1. BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan negara Republik Indonesia antara lain adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Dengan amanat tersebut, maka pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan pada gilirannya pendidikan yang baik akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, pasal 1, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  Jadi, pendidikan mestinya merupakan sarana bagi rakyat untuk mengembangkan seluruh potensi jasmani, rohani, dan akalnya agar dapat melaksanakan fungsinya sebagai manusia seutuhnya.
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia sudah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan dan jika dibiarkan akan menyebabkan bangsa dan negara Indonesia semakin terpuruk ke dalam jurang kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Oleh karena itu, sejak masa reformasi, tepatnya sekitar tahun 2003-2004, beberapa pakar menggagas perlunya pendidikan antikorupsi yang dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan Indonesia, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Targetnya adalah menciptakan generasi muda yang antikorupsi, tidak melakukan korupsi dan bertindak tegas terhadap korupsi. Namun demikian, hingga tahun 2007, ketika revisi kurikulum KBK bergulir dan dinamakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), pendidikan antikorupsi belum diakomodir. Tulisan singkat ini akan menguraikan berbagai hal tentang mengapa pendidikan antikorupsi penting dan sudah sepatutnya direalisasikan.
Sejumlah negara didunia telah menghalalkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Upaya hukum merupakan salah satu pendekatan yang penting. Dalam beberapa tahun terakhir mulai menguat perhatian banyak pihak terhadap perlunya upaya preventif yang lebih menyentuh masyarakat akar rumput sekaligus melahirkan generasi bersih korupsi, salah satunya melalui jalur pendidikan. Terkait dengan isu korupsi, apakah pendidikan anti korupsi akan sukses mencetak individu-individu yang bersih-korupsi? Seberapa besar optimisme harus dibangun diatas peran pendidikan dalam mencegah korupsi?
Rumusan Masalah
Apakah Pendidikan Anti Korupsi itu?
Bagaimana Prinsip-prinsip Anti-Korupsi?
Mengapa Memberikan Pendidikan Anti-Korupsi?
Bagaimanakah Peran Moral Dalam Pendidikan Antikorupsi?
Bagaimana Keterkaitan Pendidikan Antikorupsi dengan Lembaga Lainnya?
Bagaimana Model-Model Pendidikan Antikorupsi itu?
Bagaimana Penerapan pendidikan antikorupsi (PAK) di sekolah maupun diperguruan tinggi?
Bagaimana Pendidikan antikorupsi di Indonesia ?
Bagaimana Pendidikan Antikorupsi di Berbagai Negara?
 Bagaimana upaya penindakan korupsi di Indonesia ?
Apa saja instrumen hukum anti korupsi di Indonesia ?
C.  Tujuan
Untuk  Memahami tentang Pendidikan Anti Korupsi
Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Anti Korupsi
Untuk Mengetahui Alasan Memberikan Pendidikan Anti Korupsi
Untuk Mengetahui Peran Moral Dalam Pendidikan Antikorupsi
Untuk Mengetahui Bagaimana Keterkaitan Pendidikan Antikorupsi dengan Lembaga Lainnya
Untuk Memahami Bagaimana Model-model Pendidikan Antikorupsi itu
Untuk Memahami Bagaimana Penerapan pendidikan antikorupsi (PAK) di sekolah maupun diperguruan tinggi
Untuk Mengetahui Bagaimana Pendidikan antikorupsi di Indonesia
Untuk Mengetahui Bagaimana Pendidikan Antikorupsi di Berbagai Negara
Untuk mengetahui upaya penindakan antikorupsi di indonesia
Untuk mengetahui instrumen hukum antikorupsi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
(Pendidikan Anti Korupsi)

Tindakan korupsi pada dasarnya meliputi tindakan tidak syah yang merugikan kepentingan negara dan masyarakat. Karena merugikan orang lain, maka korupsi dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur masyarakat dan juga merupakan tindakan yang melawan hukum. Para koruptor bisa dikategorikan sebagai manusia yang tidak bermoral karena apa yang mereka lakukan membuat orang lain (baca: rakyat) menjadi sengsara dan terhambat kesejahteraannya. Cacian, kutukan, dan ancaman hukum dialamatkan kepada para Koruptor, tetapi bagaikan “anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Para koruptor tidak semakin sedikit, justru bertambah banyak. Korupsi bukan lagi urusan individual, melainkan bersifat sistemik.
Yang terjadi justru sikap ambigu dan munafik dari masyarakat. Dalam menyikapi korupsi, secara lahiriah kita mencela dan bahkan mengutuknya karena dianggap sebagai penyakit sosial. Sumpah serapah terhadap koruptor hampir setiap hari kita dengar. Berbusa-busa pula janji pemerintah untuk memberantas korupsi. Undang-undang dibuat, berbagai tim dibentuk, tetapi jumlah koruptor semakin meningkat, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Sungguh ironis, kita tidak mengutuk korupsi, tetapi dalam hati kita membiarkan dan memaafkan korupsi. Korupsi menjadi perbuatan yang dibenci sekaligus dicintai, ditolak tetapi sekaligus dilakukan, ditiadakan, tetapi sekaligus diadakan. Ibarat patah tumbuh hilang berganti. Mati satu, tumbuh seribu.
Dengan sikap mendua seperti ini, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menolak dan memberantas korupsi. Bahkan, lembaga negara turut andil dalam bersikap ambigu terhadap korupsi. Perbuatan yang  jelas-jelas “merampok uang rakyat” sebagaimana yang termuat dalam PP 37 Tahun 2006 yang menghebohkan, yang antara lain mengatur tentang pendapatan para wakil rakyat (DPR dan DPRD) dianggap sah karena diatur dalam peraturan pemerintah. Meski akhirnya pemerintah merevisi PP tersebut, tetapi nuansa ambiguitas dalam menyikapi korupsi tidak bisa dielakkan. Perampokan uang negara terus dilakukan, dengan berbagai pembenaran dan rasionalisasi (bahkan legitimasi melalui peraturan perundang-undangan) atas nama kepentingan rakyat. Jadi, ada standar ganda yang kita terapkan dalam menyikapi korupsi. Jika menguntungkan diri sendiri atau kelompok, maka kita tidak merasa melakukan korupsi. Jika merampok uang rakyat demi memperkaya diri dengan berlindung di bawah aturan hukum, maka perbuatan tersebut tidak melanggar hukum.
Korupsi yang merupakan hasil persilangan antara keserakahan dan ketidak pedulian sosial. Para pelaku korupsi adalah mereka yang tidak mampu mengendalikan keserakahan dan tidak peduli atas dampak perbuatannya terhadap orang lain, rakyat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan menjadi pendidikan watak. Pendidikan watak adalah pendidikan nilai.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari luar pelaku. Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah : 2009) “Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat”. Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik, hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW : 2000) yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
Berikut ini adalah faktor internal dan eksternal penyebab korupsi sebagai berikut:
Faktor Internal
Aspek Perilaku Individu
Sifat tamak/rakus manusia.
Moral yang kurang kuat
Gaya hidup yang konsumtif.
Aspek Sosial
Faktor eksternal
Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Aspek ekonomi
Aspek Politis
Aspek Organisasi.

Prinsip-Prinsip Anti-Korupsi
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas : 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.
Transparansi
Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo : 2007). Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para mahasiswa untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan : 2010).
Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Kebijakan
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kontrol kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi.

Mengapa Memberikan Pendidikan Anti-Korupsi
Sejauh gerakan melawan korupsi dijalankan di berbagai belahan dunia, bisa diidentifikasi 4 (empat) pendekatan yang paling banyak diadopsi oleh berbagai kalangan (Wijayanto, 2010) yaitu:
Pendekatan Pengacara (Lawyer approach)
Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah memberantas dan mencegah korupsi melalui penegakan hukum, dengan aturan-aturan hukum yang berpotensi menutup celah-celah tindak koruptif serta aparat hukum yang lebih bertanggungjawab. Pendekatan ini biasanya berdampak cepat (quick impact) berupa pembongkaran kasus dan penangkapan para koruptor, namun memerlukan biaya besar (high costly), meskipun di Indonesia misalnya, tantangan terbesar justru berasal dari para aparat hukum (kepolisian dan pengadilan) itu sendiri.
Pendekatan Bisnis (Business approach)
Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah mencegah terjadinya korupsi melalui pemberian insentif bagi karyawan melalui kompetisi dalam kinerja. Dengan kompetisi yang sehat dan insentif yang optimal maka diharapkan orang tidak perlu melakukan korupsi untuk mendapatkan keuntungan.
Pendekatan Pasar atau Ekonomi (Market or Economist approach)
Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah menciptakan kompetisi antar agen (sesama pegawai pemerintah misalnya) dan sesama klien sehingga semua berlomba menunjukkan kinerja yang baik (tidak korup) supaya dipilih pelayanannya.
Pendekatan Budaya (Cultural approach)
Dalam pendekatan ini yang dilakukan adalah membangun dan memperkuat sikap anti-korupsi individu melalui pendidikan dalam berbagai cara dan bentuk. Pendekatan ini cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk melihat keberhasilannya, biaya tidak besar (low costly), namun hasilnya akan berdampak jangka panjang (long lasting).

Membentuk Pribadi Antikorupsi
Kita tidak lagi berpikir tentang satu atau dua, tetapi ratusan tahun yang akan datang. Kita sadar bahwa masa depan bukan milik generasi hari ini, tetapi milik keturunan kita dan generasi yang akan datang. Kita hanyalah bagian dari proses sejarah yang harus memainkan peran. Peran tersebut dapat dimulai dengan memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak.pendidikan yang diterima oleh anak di lingkunag keluarga memberikan bekal dan fondasi bagi anak untuk mengarungi dunia yang penuh dengan dinamika.
Salah satu pekerjaan rumah sistem dan lembaga pendidikan di Indonesia saat ini adalah mengembalikan pendidikan pada fungsinya sebagai pembentuk karakter bangsa yang tidak hanya bertugas sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, pengembangan keilmuan, penguasaan life skill dan teknologi tetapi juga sebagai wahana internalisasi nilai-nilai luhur dan ideal bagi masyarakat. Nilai-nilai moral merupakan salah satu unsur dalam nilai-nilai luhur yang dimaksud.
Moral Dalam Pendidikan Antikorupsi
Nilai-nilai moral sebagai salah satu unsur pembentk nilai-nilai luhur kehidupan selayaknya menjadi inti dari pembentukan karakter bangsa yang secara psikologis merupakan bagian dari kompetensi yang berada pada domain efektif, kognitif, hingga psikomotorik. Dari karakter tersebut akan membentuk suatu pribadi yang memiliki kepribadian antikorupsi.
Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika kita secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan, “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya” berarti melakukan rangkaian usaha untuk melahirkan generasi yang tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi yang terjadi.
Jadi, pendidikan antikorupsi sebagai pendidikan moral harus dapat memberikan moral knowing tentang korupsi, yaitu moral awareness (kesadaran moral) terhadap bahaya korupsi, knowing moral values (pengetahuan nilai-nilai moral), moral reasoning (alasan moral) mengapa korupsi harus ditolak, decision making (mengambil keputusan moral) untuk melawan dan memberantas korupsi dan selfknowledge (pengetahuan diri) untuk tidak menjadi koruptor. Moral feeling terhadap korupsi, yaitu conscience (kesadaran) bahwa korupsi adalah termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, self-esteem (kepercayaan diri) untuk hidup bersih tanpa korupsi, empathy (merasakan penderitaan orang lain) sehingga merasakan penderitaan yang ditimbulkan akibat perilaku korupsi, loving the good (cinta terhadap kebaikan), self-control (kontrol diri) dengan cara mengendalikan diri agar tidak terjebak konsumerisme dan keserakahan, humility (kerendahan hati). Dengan cara tersebut, maka akan lahir manusia yang memiliki kompetensi yang cukup untuk memberantas korupsi, memiliki keinginan kuat untuk melawan korupsi, dan memiliki kebiasaan hidup yang tanpa korupsi.

Keterkaitan Pendidikan Antikorupsi
Keterikatan pendidikan antikorupsi dan HAM
Korupsi terkait erat dengan HAM, karena korupsi adalah penyebab dan inti dari sejuamlah pelanggaran HAM. Bahkan di Negara-negara berkembang terdapat kecenderungan, yaitu korupsi sistemik berdampingan untuk memenuhi hak kewarganegaran. Korupsi kecil maupun besar menghalangi akses masyarakat memperoleh pelayanan Negara di sector pendidikan, air bersih, kesehatan, dan pelayanan public lainnya. Artinya, korupsi melanggar hak ekonomi, sosial, dan budaya. Perspektif antikorupsi yang dijadikan arus utama saat ini  yaitu good governance yang bebas korupsi, akan menjamin perlindungan dan pemenuhan sebagian hak asasi manusia. Untuk mewujudkannya dengan cara memberikan pedoman pendidikan antikorupsi pada setiap lapisan masyarakat.
Keterkaitan antikorupsi dan peace education
Peace education(pendidikan damai) dicanangkan oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO ) dalam rangka mencapai tujuan-tujuan perdamaian dari perserikatan bangsa-bangsa. Sasaran dari pendidikan perdamaian itu sendiri telah mengalami pergeseran seiring perubahan konteks perdamaian global.
Dalam konteks situasi pascaperang dalam sejarah dunia, damai adalah bebas dari rasa takut dan tidak aman karena kekerasan senjata. Maka pada saat itu pendidikan damai diarahkan kepada penanaman nilai-nilai moral guna membangun kepriadian yang baik serta memperkuat penghormatan terhadap HAM dan kebebasan fundamental, sehingga kemungkinan konflik kesasaran dapat dihindari.
Namun berakhirnya perang antaranegara telah menyurutkan perhatian global terhadap isu militer, agenda damai bergeser pada upaya memberikan perhatian lebih besar kepada pembangunan manusia (human development). Menurunnya keamanan manusia seperti keamanan ekonomi, keamanan komunitas, keamanan personal, keamanan lingkungan dan keamanan politik terutama dinegara berkembang merupakan dampak dari memburuknya tingkat good governance di berbagai Negara.
Dari kedua perspektif diatas jelas bahwa good governance berada dalam agenda HAM, agenda Pendidikan Damai, maupun agenda Antikorupsi. Dengan demikian pendidikan anti korupsi yang bertujuan membangun nilai-nilai akuantibilitas, fairness impartiality and lawfulness merupakan bagian integral   dari pendidikan HAM maupun Pendidikan Damai, bahkan merupakan landasan aman bagi keduanya.

Model-model Pendidikan Antikorupsi
Public Education
Pendidikan informal public education lebih banyak ditujukan bagi masyarakat dewasa, mengingat kelompok inilah yang kerap kali terlibat dalam korupsi-korupsi kecil sekalipun. Situasi ini terjadi pada saat mereka menjadi pegawai pemerintah, pengusaha, karyawan swasta maupun pengguna jasa.
School Education
Pendidikan adalah komponen penting bagi strategi pendidikan anti korupsi. Sekolah sebagai institusi pendidikan formal seharusnya bisa mamanfaatkan peluang dan otoritasnya untuk menjadi tempat persemaian manusia baru yang antikorupsi. Pendidikan dasar dan menengah  merupakan jenjang-jenjang pendidikan awal yang sangat tepat untuk penanaman nilai-nilai antikorupsi kepada anak-anak dan remaja. Pendidikan tinggi adalah tempat mencetak calon-calon konseptor dan agen perubahan bagi bangsa dan Negara.
Penerapan pendidikan antikorupsi (PAK) di sekolah-sekolah dan pendidikan tinggi sudah  banyak dilakukan dimanapun, umumnya melalui dua cara, yaitu :
Integrasi kedalam kurikulum
Terdapat dua model integrasi, pertama adalah menyisipkan materi antikorupsi kedalam satu atau beberapa mata pelajaran tertentu, biasanya adalah pelajaran etika, kewarganegaraan, agama, Hak Asasi Manusia, hokum dan mata pelajaran yang berorientasi pada nilai dan moral. Model kedua adalah menjadikan pendidikan anti korupsi sebagai sebuah mata pelajaran independen.
Program-program informal (nonkurikulum)
Pendidikan antikorupsi  akan menuju kesempurnaannya jika kurikulumnya ditunjang dengan program-program ekstrakurikuler, yang menjadi ujian praktik bagi pemahaman tentang korupsi, nilai-nilai korupsi, serta keterampilan  (skills) melawan korupsi yang diajarkan dikelas. Tingkat keberhasilan program akan menjadi parameter efektivitas dari pembelajaran, khususnya penanaman nilai-nilai antikorupsi.

Pendidikan antikorupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia sudah berlangsung lama. Berbagai upaya pemberantasan korupsipun sudah dilakukan sejak tahun-tahun awal setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan tentang pemberantasan korupsi juga sudah dibuat. Demikian juga berbagai institusi pemberantasan korupsi silih berganti didirikan, dimulai dari Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967 sampai dengan pendirian KPK pada tahun 2003. Namun demikian harus diakui bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Actor utama yang terlibat dan turut mempromosikan pendidikan antikorupsi di Indonesia di antaranya:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
KPK yang mempunyai target untuk menciptakan generasi baru Indonesia antikorupsi, telah menempatkan pendidikan sebagai bagian sentral dari stategi lembaga ini. Komitmen KPK diterjemahkan oleh divisi Diseminasi dan Pendidikan Antikorupsi melelui peranannya sebagai inisiator sekaligus payung bagi berbagai program pendidikan di hampir seluruh wilayah indonesia. Berikut pemetaan terhadap aktivitas-aktivitas pendidikan antikorupsi yang dilakukan oleh KPK beserta dinamikanya (Laporan Tahunan KPK 2006, 2007, 2008):
Pendidikan untuk public
Pendidikan ini dilakukan oleh KPK secara intensif melalui kampanye dan sosialisasi ke berbagai lapisan masyarakat didaerah sepanjang tahun. Program public education antara lain seminar, pembinaan terhadap integritas sektor yang dilakukan melalui pelaksanaan workshop etika bisnis, dan produksi CD panduan pengolahan etika bisnis untuk sektor swasta, serta workshop percepatan pemberantasan korupsi dilingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pendidikan di sekolah
Awalnya KPK lebih banyak berorientasi pada pendidikan antikorupsi di tingkat SD hingga SMA terutama program-program informal (nonkurikulum).  Penanaman nilai-nilai antikorupsi terhadap siswa tingkat dasar dilakukan melalui sejumlah media seperti komik-komik, buku-buku cerita bergambar bertema nilai-nilai kejujuran dan keadilan, dan permainan ular tangga antikorupsi. Bahwa korupsi adalah masalah kejujuran digarisbawahi oleh konsep Warung Kejujuran, yang diseminasinya cukup sukses dilakukan oleh KPK di SMP dan SMA di berbagai daerah, tempat sejumlah SD berinisiatif menerapkannya. Warung Kejujuran menguji kejujuran siswa melalui sistem transaksi jual-beli dikantin sekolah tanpa penjaga kantin ataupun kasir.
Pendidikan di sekolah, mengembangkan pendidikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah. Maka untuk mewujudkan pendidikan anti korupsi, pendidikan di sekolah harus diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Lickona (1991), menyatakan bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran moral action diperlukan tiga proses pembinaan yang berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling, hingga sampai pada moral action. Ketiganya harus dikembangkan secara terpadu dan seimbang.
KPK telah menyusun modul-modul pendidikan antikorupsi termasuk 12 modul pengajaran antikorupsi untuk SD, SMP, dan SMA pada 2008 sebagai hasil kerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Bagi KPK sendiri, jangkauan program pendidikan antikorupsi mereka belum luas dan masih sebatas wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Satu catatan penting kendala yang sering terjadi adalah adanya kecenderungan resistensi dari sekolah-sekolah untuk mengintegrasikan pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum, dikarenakan pertimbangan moral.
Institusi Pendidikan
SD, SMP dan SMA umumnya menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai bahasan dalam mata pelajaran lain, biasanya pendidikan kewarganegaraan (PKN) , Pancasila dan atau Agama. kondisi ini sejalan dengan pandanagan pakar Arief Rachman bahwa tidak tepat jika pendidikan anti korupsi menjadi satu pelajaran khusus, mengingat siswa sekolah SD hingga SMA sudah terbebani sekian banyak pelajaran.
Ketika lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia telah mulai memperlihatkan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan antikorupsi, maka seharusnya semakin kuat pula komitmen dukungan dari pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional untuk sekolah umum dan Departemen Agama untuk sekolah Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Pesantren.

Pendidikan Antikorupsi di Berbagai Negara
Berikut ini adalah 12 negara yang menggunakan metode pembelajaran antikorupsi sebagai wujud perlawanan terhadap korupsi.
Nigeria
Pemerintah Negara afrika membentuk sebuah  tim khusus  untuk merancang kurikulum pendidikan antikorupsi, hal ini dilakukan karena tidak adanya kemajuan dalam pemberantasan endemi korupsi yang seharusnya dilakukan oleh Indepeden Corrupt Practices and Other Related Offences Commision (ICPC) maupun lembaga anti korupsi lainnya.
Vietnam
The Government Inspection Angency pada 2007 menyusun proyek untuk mengintegrasikan pelajaran-pelajaran antikorupsi kedalam silabus pendidikan di Vietnam, setelah berbagai perdebatan mewarnai proyek tersebut. Pemerintah bekerja sama denagn Ministry of Education and Training untuk  membuat silabus pendidikan antikoropsi.  Besar persentase pengajaran adalah 25% di berikan pada pembelajaran mata kuliah di Universitas dan 75% dari total waktu training course.
Lithuania
Anti-corruption Education Division dari Special Investigation Service mulai mendesain program pendidikan antikorupsi Lithuania pada 1993, ditujukan untuk sekolah menengah atas, pendidikan tinggi, dan pegawai pemerintah. Proyek persiapan Anti-corruption Education Programe for Scondary Schools dilakukan oleh Modern Didactics Special Investigation Service, para pakar PHARE, dan TI Lithuania didukung oleh Open Society Fund Lithuania, Dhanish Embassy di Lithuania, European Union PHARE Programme. Program ini mengombinasikan metode formal dan nonformal, metode formal diberlakukan pada kurikulum di sekolah dan perguruan tinggi sedangkan nonformal dilakukan melalui ekstrakurikuler.
Slovakia
Pada awalnya strategi pendidikan anti korupsi di Slovakia lebih banyak dibangun oleh LSM-LSM sebagai reaksi atas tidak adanya upaya  resmi dari pemerintah. Hingga akhirnya pada tahun 2004 diadakan kurikulum pendidikan  antikorupsi karena banyak nya desakan  dari pihak LSM.
Kazakhstan
Mata kuliah ”Preventing Corruption” sejak tahun 2002 dikoordinasi oleh TI Kazakhstan. Hasilnya adalah munculnya permintaan dari 20 Universitas  untuk menyelelenggarakan sejenis ditempat mereka. Buku teks ditulis dalam bahasa Russian dan Kazakh, dan menjadi mata kuliah pada jurusan hokum dan ekonomi.
Astralia
New South Wales Independent Commission Againtst Corruption (ICAC) memprekarsai mata kuliah Corruption and Anti-Corruption yang diajarkan sejak tahun 1998 di Asia Pacific School of Economics ang government (APSEG). Mata kuliah ini merupakan hasil kerja samakedua institusi di bawah konsultasi Transperanicy International setempat.
Hungaria
Matakuliah strategic Corruption Control and Organization Integrity di selenggarakan di Central European University bekerjama sama dengan TIRI Network, London dan the Center for Policy Studies, CEU, Budapest. Partisipan adalah para praktisi dan akademisi yang mengembangkan kursus sama di Universitasnya. CUE dan TIRI mengembangkan Public  Integrity Education Network yang berhasil mendorong lebih dari 20 Universitas terkemuka untuk mengembangkan joint curricula, silabus, materi pengajaran, dan study kasus.
Amerika serikat
Salah satu Universitas di Amerika Serikat yang menggaris bawahi problem korupsi akut dinegara berkembang adalah Georgetown University. Melalui mata kuliah Corruption in Developing Countries, fenomena korupsi dinegara-negara berkembang, faktor-faktor penyebabnya, hingga konsikuensinya bagi pemerintahan dan  pertumbuhan ekonomi suatu Negara disoroti, dengan penekanan khusus pada peranan public managers yang telah dan bisa dimainkan dalam upaya meruksi ruang lingkup ataupun itensitas korupsi.
Colombia
Working with Universities: the Catedra Programe adalah nama sebuah program antar Universitas yang diinisiasi Trasnperancia por Colombia. Program ini memberikan Edication tools bagi pimpinan-pimpinan organisasi pemerintah swasta, akademik Universitas, dan mahasisiwa.
Hongkong
Indipendent Commission Againts Corruption (IACA) Hong kong mendirikan Community Relations Departement (CRD) untuk melaksanakan community education melalui pragram-program media massa dan jaringan dengan Regional Offices. Pendidikan antikorupsi bagi kalangan bisnis, professional, dan pegawai pemerintah diberlakukan melalui pelatihan,  workshops, dan integrity building programme. Diskusi secara regular dilaksakan bersama indipenden-indipenden pemerintahan. CRD juga membuka vorum diskusi, pertunjukkan drama hingga case study workshop untuk menyebarkan nilai-nilai kejujuran di Hong kong.
China
Central Commission for Discipline Inspection (CCDI) dari CPC Central Committe  menterukan dilakukannya upaya antikorupsi yang lebih jauh ditingkat universitas hingga memelihara kampus bersih bebas korupsi. Industry Cina sendiri  melahirkan sebuah kreativitas menarik dengan produksinya sebuah game antikorupsi “Incorruptible Fighter”.begitu populernya game ini sehingga lebih dari 100.000 kali terjadi download hanya dalam 8 hari.
Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
Muhammad Nazaruddin sebagai tersangka dalam kasus pembelian saham PT Garuda Indonesia. Nazaruddin dijerat dengan pasal UU TPPU yaitu pasal 3 atau pasal 4 junto pasal 6 uu no 8 tahun 2010 junto pasal 55 ayat 1 ke satu juga dijerat UU Pemberantasan Korupsi nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.
Adik Gubernur Banten yaitu Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, tersangka kasus dugaan korupsi proyek alat kesehatan (alkes) Banten Wawan diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus korupsi dan pencucian uang dalam pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2013, Ahmad Fathanah.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus penyuapan di 2 kasus sengketa pemilihan kepala daerah Diduga melanggar pasal 12c undang-undang tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Atau pasal 6 ayat 2 junto pasal 55 ke 1 KUHP.
Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo melakukan korupsi dalam pengadaan simulator mengemudi. Yang dilanggar adalah Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHPidana. Djoko terancam dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Selain pidana penjara, dia terancam membayar denda paling sedikit Rp 200 juta, atau paling banyak Rp 1 miliar.

J. Instumen Hukum Anti Korupsi di Indonesia
Peraturan perundang-undangan yang merupakan landasan untuk memberantas korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
Ketetapan MPR RI NO.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih  dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Ketetapan MPR RI NO. VII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
UU NO. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
UU NO. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU NO. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU NO.31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU NO. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU NO. 08 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.



BAB III
 PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan antikorupsi merupakan tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa keseluruhan upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi. Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika kita secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan, “memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya” berarti melakukan rangkaian usaha untuk melahirkan generasi yang tidak bersedia menerima dan memaafkan suatu perbuatan korupsi yang terjadi.
Korupsi yang merupakan hasil persilangan antara keserakahan dan ketidak pedulian sosial. Para pelaku korupsi adalah mereka yang tidak mampu mengendalikan keserakahan dan tidak peduli atas dampak perbuatannya terhadap orang lain, rakyat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, pendidikan harus diarahkan menjadi pendidikan watak. Pendidikan watak adalah pendidikan nilai.
Di indonesia kasus korupsi semakin hari semakin meningkat, hal ini karena keserakahan para pelaku, oleh sebab itu pemerintah memberikan hukuman (kuratif) untuk menangani kasus-kasus yang ada di Indonesia. Mulai dari hukuman, ancaman hingga tindak pidana sesuai dengan pelanggaran hukum yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.
 Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami, mohon dimaafkan dan kami berterimakasih apabila ada saran/kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Wijayanto & Ridwan Zachrie. 2009. KORUPSI MENGORUPSI INDONESIA. Jakarta : Gramedia
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi/Anti Korupsi. Jakarta: Kemendikbud
Hujair AH. Sanaky. “Pendidikan Mengatasi dan Anti Korupsi”, dalam artikel di http://agussupri177.wordpress.com/islam/pendidikan-anti-korupsi/ yang diakses pada 27/02/14 pukul 18:04 WIB
Sumiarti,M.Ag. “Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Anti Korupsi”, dalam artikel di http: // insaniaku.files.wordpress.com

1 Response to " "