Makalah Metodologi Tentang Tauhid dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam



Tugas Kelompok
MAKALAH
Tauhid dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam dan Paradigma Ilmu-Ilmu Islam serta Integrasi Sains dan Agama
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen: Azhari, M.Ag


Oleh:
Kelompok IV
Any Febryana (130 113 0291)
Elfi Lailatul Badriah (130 113 0293)
Rizka Sepya W. (130 113 0295)



PRODI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA
TAHUN 2015




KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
          Assalamu’alaikum Wr.Wb.    
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat  Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan.
Shalawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini berisikan materi mengenai Tauhid dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam dan Paradigma Ilmu-Ilmu Islam serta Integrasi Sains dan Agama. Dengan adanya penjelasan tentang hal tersebut dalam pembahasan makalah ini. Diharapkan kepada para pembaca agar dapat lebih memahami materi tersebut dengan baik.
Seperti pepatah, “tiada gading yang tak retak”. Karena Kebenaran dan Kesempurnaan hanya milik Allah yang Maha Kuasa. Sekiranya semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                       Palangka Raya,   Oktober 2015



                                                                            Kelompok IV










BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Islam bukanlah sekadar agama yang membangun spiritual sesuatu masyarakat, Islam tidak cukup dengan menjalankan solat lima waktu, puasa, zakat dan Haji. Lebih daripada itu Islam adalah cara hidup (way of life). Oleh karena itu, makalah ini secara khusus membahas peran Islam dalam kehidupan manusia.
Membicarakan peran pada dasarnya membicarakan fungsi atau kegunaan. Peran itu ada dalam struktur. Dalam masyarakat terdapat struktur kemasyarakatan yang antara satu dengan yang lain saling memberikan fungsi. Fungsi salah satu komponen, baik dalam masyarakat mekanis maupun masyarakat organis, terhadap komponen yang lainnya disebut peran.
Dalam rangka membuktikan peran agama islam dalam kehidupan sosial, kita memerlukan dua komponen pembahasan yang menurut kami penting : pertama, hubungan antara perintah bertauhid dan cegahan syirik dengan ilmu pengetahuan; kedua, paradigma ilmu islami yang kini sedang digalakkan oleh banyak cendekiawan Muslim.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana mmengetahui hubungan tauhid dengan ilmu pengetahuan ?
2.      Bagaimana mengetahui paradigma ilmu-ilmu Islam?
3.      Bagaimana mengetahui integrasi sains dan agama ?
C.    TUJUAN







BAB II
PEMBAHASAN

A. HUBUNGAN TAUHID DENGAN ILMU PENGETAHUAN
Dari segi unsur-unsur kebudayaan, agama merupakan universal cultural, yang artinya terdapat di setiap daerah kebudayaan dimana saja masyarakat dan kebudayaan itu berada. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Dengan kata lain, setiap kebudayaan memiliki fungsi. Konsekuensinya, setiap yang tidak berfungsi akan hilang atau sirna. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti ia mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.[1] (Djamari, 1993:79)
Menurut istilah Agama Islam, Tauhid itu ialah “Keyakinan tentang satu atau Esa-Nya Tuhan”,  dan segala fikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut ilmu Tauhid. Di dalamnya termasuk soal-soal kepercayaan dalam Agama Islam. Menurut kaidah atau definisi para ahli, Ilmu Tauhid itu, ialah:
عَلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ اِثْبَاتِ الْعَقَائِدِالدِّيْنِيَّةِبِالْأَدِلَّةِ الْيَقِيْنِيَّةِ.
Artinya: “Ilmu yang membahas segala kepercayaan keagamaan dengan menggunakan  dalil-dalil yang meyakinkan”.[2]
Perintah yang sangat mendasar yang terdapat dalam ajaran Islam adalah mengesakan Tuhan dan cegahan melakukan tindakan syirik. Tauhid dan syirik adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, meskipun antara yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Dalam Al-Qur’an (Q.S Al-Ikhlas [112]: 1-4),
ö@è% uqèd ª!$# îymr& ÇÊÈ   ª!$# ßyJ¢Á9$# ÇËÈ   öNs9 ô$Î#tƒ öNs9ur ôs9qムÇÌÈ   öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! #·qàÿà2 7ymr& ÇÍÈ  
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Sebagaimana dikatahan di atas, sisi kedua cegahan syirik. Dalam Al Qur’an (Q.S Luqman [31]: 13),
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".         
Perintah mengesakan Tuhan mengandung arti bahwa manusia hanya boleh tunduk kepada Tuhan. Ia tidak boleh tunduk kepada selain-Nya karena ia adalah puncak ciptaan-Nya (Nurcholis Madjid, 1998: 18). Karena ia hanya boleh tunduk kepada Tuhan, manusia oleh Allah dijadikan sebagai khalifah (Q.S Al-Baqarah [2]: 30).
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."           
Karena manusia adalah khalifah di bumi, makan alam selain manusia ditundukkan oleh Allah untuk manusia:
   
Artinya : Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
   
Artinya : Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (Q.S. Ibrahim [14]:33)
  
Artinya : Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (Nya), (Q.S Al-Nahl [16]:12)
uqèdur Ï%©!$# t¤y tóst7ø9$# (#qè=à2ù'tGÏ9 çm÷ZÏB $VJóss9 $wƒÌsÛ (#qã_̍÷tGó¡n@ur çm÷YÏB ZpuŠù=Ïm $ygtRqÝ¡t6ù=s? ts?ur šù=àÿø9$# tÅz#uqtB ÏmŠÏù (#qäótFö7tFÏ9ur ÆÏB ¾Ï&Î#ôÒsù öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±s? ÇÊÍÈ  
Artinya : Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (Q.S Al-Nahl [16]:14)
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# t¤y /ä3s9 $¨B Îû ÇÚöF{$# y7ù=àÿø9$#ur ̍øgrB Îû ̍óst7ø9$# ¾Ín͐öDr'Î/ à7Å¡ôJãƒur uä!$yJ¡¡9$# br& yìs)s? n?tã ÇÚöF{$# žwÎ) ÿ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ 3 ¨bÎ) ©!$# Ĩ$¨Z9$$Î/ Ô$râäts9 ÒOÏm§ ÇÏÎÈ  
Artinya : Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S Al-Hajj [22]:65)
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB ÇËÉÈ  
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (Q.S Luqman [31]:20)
 ª!$# Ï%©!$# t¤y â/ä3s9 tóst7ø9$# y̍ôftGÏ9 à7ù=àÿø9$# ÏmÏù ¾Ín̍øBr'Î/ (#qäótGö;tGÏ9ur `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù ö/ä3¯=yès9ur tbrãä3ô±s? ÇÊËÈ  
Artinya : Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. (Q.S Al-Jatsiyah [45]:12)
(#¼âqtGó¡tFÏ9 4n?tã ¾ÍnÍqßgàß ¢OèO (#rãä.õs? spyJ÷èÏR öNä3În/u #sŒÎ) ÷Läê÷ƒuqtGó$# Ïmøn=tã (#qä9qà)s?ur z`»ysö6ß Ï%©!$# t¤y $oYs9 #x»yd $tBur $¨Zà2 ¼çms9 tûüÏR̍ø)ãB ÇÊÌÈ  
Artinya : Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya,(Q.S Al-Zukhruf [43]:13)
Firman Allah diatas menunjukkan bahwa bumi, langit, laut, serta segala yang ada di bumi, langit dan laut telah ditundukkan Allah untuk kepentingan manusia. Apabila tunduk kepada selain Allah, berarti manusia telah menyalahi fungsinya sebagai khalifah, tunduk kepada alam berarti tunduk kepada selain Allah, tunduk kepada selain Allah, berarti syirik (mempersekutukan Allah).
Tauhid adalah Sebab Diterimanya Ibadah Sesungguhnya ibadah yang diperintahkan Allah itu tidak disebut ibadah kecuali dengan mentauhidkan Allah. Karena itu ibadah menjadi tidak sah jika disertai dengan syirik. Dan tidaklah seseorang itu disebut ‘abd (hamba) Allah kecuali dengan merealisasikan tauhid, mengesakan Allah semata dalam ibadah. Maka barang siapa beribadah kepada Allah, tetapi dia menyekutukanNya dengan yang lain, maka tidaklah ia disebut sebagai ‘abdun lillah (hamba Allah).[3]
Dengan demikian, tauhid mendorong manusia untuk menguasai dan memanfaatkan alam karena sudah ditundukkan untuk manusia, perintah mengesakan Tuhan dibarengi dengan cegahan mempersekutukan Tuhan, jika manusia mempersekutukan tuhan berarti ia dikuasai oleh alam, padahal manusia adalah yang harus menguasai bumi karena bumi telah ditundukkan oleh Allah.[4]
Pengetahuan dalam pandangan Islam sebenarnya hanya satu. Untuk kepentingan pendidikan, pengetahuan yang satu itu harus diklasifikasikan; klasifikasi garis besar ialah: pengetahuan yang diwahyukan dan pengetahuan yang diperoleh.
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan; ilmu pendidikan Islam merupakan kumpulan teori tentang pendidikan berdasarkab ajaran Islam. [5]
Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan haram tunduk kepada alam. Menguasai alam, berarti menguasai hukum alam, dan dari hukum alami ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Sebaliknya, syirik berarti tunduk kepada alam (manusia dikuasai oleh alam). Dimana akan melahirkan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Jadi, terdapat hubungan timbale balik antara tauhid dengan dorongan pengembangan ilmu pengetahuan, juga ada hubungan timbal balik antara syirik dengan kebodohan.




TEORI TASKHIR MENURUT NURCHOLISH MADJID










Dengan demikian, sumbangan atau peran Islam dalam kehidupan manusia adalah terbentuknya suatu komunitas yang berkecenderungan progresif, yaitu suatu komunitas yang berkecendrungan progresif, yaitu suatu komunitas yang dapat mengendalikan, memelihara, dan mengembangkan kehidupan melalui pengembangan ilmu atau sains. Penguasaan dan pengembangan sains bukan termasuk amal saleh, melainkan juga bagian dari komitmen keimanan kepada Allah.[6]
B. Paradigma Ilmu-Ilmu Islam
Sekarang ini kita dihadapkan pada ilmu Islam dan ilmu bukan Islam (ilmu agama dan ilmu nonagama). Perbedaan dapat dilihat dari istilah teknis yang dipakai: sekolah agama adalah sekolah-sekolah yang mengajarkan agama (istilahteknis yang dipakai adalah madrasah); sedangkan bagi sekolah-sekolah yang fokus kajiannya pendidikan umum, istilah teknis yang digunakan adalah sekolah.
Nurcholish Madjid (1998: 3-4) menjelaskan tentang hubungan ororganik antara iman dan ilmu dalma Islam. Menurutnya, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaanNya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasiaNya. Garis argumen ini jelas oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof Muslim yang karya-karyanya mempengaruhi dunia pemikiran Eropa yang mendorongnya ke zaman renaisans, dalam makalahnya yang amat penting,  fashl al-Maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa al-syari’ah min al-Ittisha. Antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan tidak terpisahkan, karna imam tgidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi juga membimbing ilmu  dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaanya. Meskipun demikian, ilmu berbeda dari iman karena ilmu bersandar pada observasi terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional atau bepikir, sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan atau mendukung pemberan berita yang dibawa oleh para pembawa berita atau mereka yang di sebut nabi yang menyampaikan berita tersebut kepada umat manusia selaku utusan (rasul) Allah. Memang benar dalam iaman juga tersangkut penalaran rasional atau penggunaan akal, tetapi hal ini hanya menyangkut proses pertumbuhannya. Objek iaman itu sendiri, seperti kehidupan sesudah mati, berada di luar jangkauan pengalaman empiris manusia sehingga tidak ada jalan untuk menerima adanya kehidupan sesudah mati itu, kecuali dengan mempercayai berita yang disampaikan para rasul.
Dalam proses mengenal Tuhan, manusia hanya menerima tanda-tanda yang diberikan-Nya. Dalam bahasa Arab, kata ‘ilmu, satu akar kata dengan kata ‘alam (bendera atau lambang), ‘alamah (alat atau pertanda), dan ‘alam- mewakili gejala yang harus diketahui atau di-ma’lum-i, yakni menjadi objek pengetahuan. (Nurcholish Madjid,1998:1-2)
Tidak semua manusia dapat membaca tanda-tanda atau alamat yang sudah diberikan Tuhan. Norcholis Madjid menjelaskan bahwa manusia yang akan mampu menangkap berbagai pertanda Tuhan dalam alam raya ialah\
1.   Mereka yang berpikir mendalam (ulu al-albab);
2.    Mereka yang memiliki kesadaran tujuan dan makna hidup abadi;
3.    Mereka yang menyadari penciptaan alam raya sebagai menifestasi wujud transendental;
4.    Mereka yang berpandangan positif dan optimis terhadap alam raya, menyadari bahwa kebahagiaan dapat hilang karena pandangan negatif-pesimis terhadap alam.
Dengan tanda-tanda yang diberikan Tuhan kepada manusia, kita secara langsung merujuk kepada Al-Qur’an. Dalam surat al-Baqarah ayat 164,
 ¨bÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏG÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$yg¨Y9$#ur Å7ù=àÿø9$#ur ÓÉL©9$# ̍øgrB Îû ̍óst7ø9$# $yJÎ/ ßìxÿZtƒ }¨$¨Z9$# !$tBur tAtRr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB &ä!$¨B $uŠômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB £]t/ur $pkŽÏù `ÏB Èe@à2 7p­/!#yŠ É#ƒÎŽóÇs?ur Ëx»tƒÌh9$# É>$ys¡¡9$#ur ̍¤|¡ßJø9$# tû÷üt/ Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷ètƒ ÇÊÏÍÈ  
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

Ayat di atas secara jelas mengilustrasikan kepada kita bahwa seluruh kejadian alam ini merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan demikian, mengenal dan beriman kepada Allah dapat dilakukan melalui tanda-tanda yang diberikan-Nya, melalui diri kita sendiri, jagad raya, wahyu, ataupun benda-benda lainnya. Semuanya dapat dijadikan media untuk beriman kepada-Nya.
Untuk kepentingan analisis, tanda-tanda Tuhan dapat kita bedakan menjadi tiga, yaitu jagad raya, manusia, dan wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah mutawatir). Dari tiga objek ini, kita akan melihat ilmu yang berbeda-beda tetapi tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebelum dijelaskan, kita dapat melihat visualisasi sebagai berikut
Paradigma ilmu-ilmu islami


 










Manusia yang hendak menyingkap rahasi Allah melalui tanda-Nya berupa jagad raya, menggunakan perangkat berupa ilmu-ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia, geografi, geologi, astronomi, dan falak. Dengan kesadaran yang telah dijelaskan oleh Nurcholish Madjid di atas, manusia yang mendalami ilmu-ilmu tersebut akan mampu menyingkap tabir rahasia Allah.
Manusia yang hendak menyingkap rahasia Allah melalui tanda-Nya berupa manusia, akan munculkan berbagai ilmu. Dari segi fisik, pendalaman terhadap struktur tubuh manusia melahirkan ilmu biologi dan kedokteran.sedangkan aspek psikis manusia memunculkan ilmu psikologi. Apalagi dikaji secara kolektif atau kelompok, kajian terhadap manusia melahirkan sosiologi, ilmu lingkungan, komunikasi, hukum, ekonomi, dan sejarah.
Ketika manusia berusaha mmenyingkap rahasia Allah melalui tanda-Nya berupa wahyu, muncul ilmu-ilmu keagamaan, seperti ‘ulum al-Qur’an, ‘ulum al-Hadits, tafsir, fikih, ilmu kalam, dan tasawuf. Dengan demikian, jalur mmana pun yang digunakan manusia dalam rangka menyingkap tabir kekuasaan-Nya, akan melahirkan manusia yang semakin dekat kepada Tuhan.
Paradigma ini sekaligus merupakan jawaban terhadap dikotomi ilmu agama dan ilmu nonagama. Pada dasarnya, ilmu agama dan ilmu nonagama hanya dapat dibedakan untuk kepentingan analisis, bukan untuk dipisahkan apalagi dipetentangkan. Dalam sejarah, tercatat ulama yang mendalami agama dapat menjadi filosof dan dokter, seperti Ibnu Sina. Atas dasar paradigma tersebut, pada bagian berikut akan dijelaskan mengenai peran umat Islam dalam pengembangan ilmu-ilmu eksakta.[7]
C. Integrasi Sains dan Agama
Menjelang millennium ketiga, saat laju modernitas mencapai titik global, masyarakat ilmiah dan sains berkembang dengan pesat. Beragam fenomena kebaruan semesta dan peristiwa selalu diiringi pula dengan tuntutan teori yang menjelaskannya. Kompleksitas dan keluasan alam tak lebih kalkulasi fisik yang bias dibongkar dan diotak-atik setiap saat. Sains seakan menjadi finalitas dan satu-satunya jawaban bagi segala permasalahan. Sebab, dengan ruang, waktu, bahkan hidup bisa diukur, dirinci setiap saat. Ia pun menjadi word view ( pandangan dunia) masyarakat modern dalam hampir segala  bidang disebabkan apa yang dibuahkannya benar-benar menyentuh laju keseharian yang berwujud dalam praktiasi teknologis. Sains mengalami revolusi pemikiran yang demikian menajubkan. Lahirnya teori relativitas oleh Albert Einstein seakan menjadi tonggak awal dipertanyakan implikasi filosofis sains Newtonian, dan rutuhnya tetapan fisika klasik tentang keberadaan ruang waktu. Berlanjut pula dengan kemunculan dan perluasan disiplin-disiplin tertentu, semisal biologi molecular, neurosains, dissipative structures, genetika, chaos theory, hingga mekanika kuantum. Walhasil, fisika klasik pun berhasil disempurnakan keruntuhannya.
 Sejumlah dengan hal, Husain Heriyanto memberikan analisis bahwa sains modern didasarkan pada paradigm tertentu yang disebut “Paradigma Cartesian-Newtonian”. Paradigma ini memiliki enam asumsi, Yaitu sebagai berikut.[8]
1.        Subjektivisme-antroposentik: sebuah kesadaran subjektif yang meyakini manusia sebagai pusat dunia.
2.        Dualism: dikotomi antara subjektik dan objek, manusia dan alam, dengan menempatkan subjek/ manusia sebagai yang superior.
3.        Mekanistik deterministic: alam merupakan mesin raksasa yang bekerja secara mekanis, tak bernyawa dan statis serta telah dikondisikan seluruhnya oleh system yang telah pasti secara alamiah.
4.        Reduksionisme-Atomistik: kepercayaan bahwa keseluruhan dapat dipahami secara sempurna dengan menganilisis bagian-bagiannya, dan segalanya itu adalah unsure atom.
5.        Instrumentalisme: kebenaran mesti diukur secara kuantitatif dan sejauh mana ia dapat digunakan untuk kepentingan material dan praktis.
6.        Materialism-Saintisme:materialnya yang merupakan yang riil, dan alam merupakan dunia materi yang mandiri tanpa sebab atau kembali supranatural dan yang dapat menjelaskan alam semesta secara memuaskan hanyalah sains.
Paham sebagaimana  yang telah disebutkan di atas, pada gilirannya berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang memudahkan manusia. Akan tetapi, di sisi lain justru mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia. Pandangan yang cenderung mekanistik terhadap alam telah melahirkan kemerosotan kualitas lingkungan seperti pencermaran udara serta masalah kesehatan yang mengancam manusi. Paradigma ini juga cenderung memberlakukan manusia dan sistem sosial ibarat mesin besar yang diatur menurut hukum objektif, mekanis, deterministis, linier, dan materialistis sehingga sebagai ilmmuwan justru menjuluki akibat sebagai penyakit peradaban.
Di lain sisi, adanya beberapa kecenderungan yang mulai bermunculan dalam masyarakat nmodern merupakan suatu terusan mengenai penyikapan atas fenomena modernitas yang digugat. Bangkitnya beberapa jenis spiritualitas baru hingga diliriknya bentuk-betuk kearifan dan ajaran-ajaran kuno adalah rentetan upaya manusia modern untuk mengobati prihal krisis yang telah disebabkan oleh cara pandang paradigma modern. Poin-poin penting dari fenomena-fenomena tersebut yang perlu digarisbawahi kemudian adalah timbulnya gugatan atas paradigma modren, adanya perkembanagan baru dalam hubungan sains dan agama disebabkan beberapa temuan baru dalam dunia sain seolah mengisyaratkan dikembalikannya Tuhan dalam sains modern, serta mulai dirummuskannya bentuk-bentuk teologi yang lebih berafiliasi dengan interpretasi filosofis sains modern.[9]
Secara faktual, apa yang kemudaian diklaim sebagai produk sains sering bertolak dari sudut pandang, ideologi, bahkan keyakinan tertentu. Sebagai ilustrasi, pemahaman terkait dengan dua teori tentang terciptanya jagad raya, yakni teori penciptaan kontinu dan teori singularitas. Teori pertama menyatakan bahwa jagad raya terciptasecara terus menerus dengan asumsi bahwa ruang menjadi penyebab kebolehjadian terbentuknya materi. Dengan kata lain, kebolehjadian merupakan pangkal terbentuknya alam semesta. Sementara itu, teori kedua menyatakan bahwa jagad raya diawali ledakan besar titik materi maharapat (big bang theory). Teori ini tampak ambiguitas, dengan mengklaim bahwa teori yang satu lebih religius dari yang lain karena memberi peluang akan eksistensi Tuhan.
Terkait dengan hubungan antara agama dan sains, terdapat berbagai rekontruksi konsep filosofis dari sains modern dan teologi sendiri yang seolah membuka cakrawala dialog antar keduanya. Hal tersebut disebabkan formula filosofis baru yang berusaha ditawarkan oleh sains modern serta perkembangan pemikiran teologis yang memang manuai karakteristik yang saling mempertimbangkan. Meskipun di samping itu, perhatian akan adanya sikap saling mempertahankan sifat materialisme-matematis dalam penafsiran sains modern yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Demikian pula dengan sikap konservatisme sebagian  kalanagan teolog dalam memandang logika keduanya.
Pertemuan sains dan agama pada dasarnya tidaklah selalu mengerucut ke dalam anggapan akan pertemuan dua ranah yang berbeda sebab keduanya seolah membaur dalamm keseharian yang hampir tidak dapat dicerna secara terpihak. Bahkan untuk menentukan manakah dari keduanya yang lebih dulu merasuki keidupan manusia, juga tidaklah pernah mendapat jawaban yang pasti. Dalam hal ini, sebenarnya istilah agama dan sains lebih merujuk pada pengetian awalnya saja. Dalam hal ini, pertama, penyelidikan dan penfsiran atas semesta sehingga bisa diketahui jawaban dari pberbagai fenomena yang terjadi; dan kedua, terkait dengan sikap serta pemikiran yang menepatkan rasa ketuhanan dalam segala lini kehidupan.[10]
Dalam pola hubungan antara agama dan sains yang teritegrasi akan berdampak pada bertambahnya wawasan yang lebih mencakup sains dan agama sehingga keduanya bisa bekerja sama secara aktif. Penggunaan pola integrasi ini berangkat dari dua pendekatan, yang pertama berangkat dari adanya pendekatan data ilmiah yang kemudian menawarkan bukti konklusif bagi keyakinan agama untuk memperoleh suatu kesepakatan dan kesadaran akan eksistensi Tuhan. [11]






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.       
B.     SARAN



























                                    DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Bin Muhammad Alu dan Abd latif.Pelajaran Tauhid Tingkat Lanjut.Jakarta
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 1994.
Atang Abd.Hakim, MA. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2009.
Hasan Baharudin., Akmal Mundiri.,dkk. Metodologi Studi Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 2011.
Zainuddin.Ilmu Tauhid Lengkap.Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. 1996


[1] Atang Abd.Hakim. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.14-15
[2]Zainuddin.1996.Ilmu Tauhid Lengkap.Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.h.1
[3] Abdul Aziz Bin Muhammad Alu dan Abd latif.Pelajaran Tauhid Tingkat Lanjut.Jakarta: .h.23
[4] Atang Abd.Hakim,. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.16
[5] Ahmad Tafsir.1994.Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.h.8-12
[6] Atang Abd.Hakim, MA. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.17-18
[7] Atang Abd.Hakim, MA. 2009. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.h.19-22
[8] Hasan Baharudin., Akmal Mundiri.,dkk.2011.Metodologi Studi Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.h.76-77
[9] Hasan Baharudin., Akmal Mundiri.,dkk.2011.Metodologi Studi Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.h.77-78
[10] Hasan Baharudin., Akmal Mundiri.,dkk.2011.Metodologi Studi Islam.Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.h.78-79
[11] Ibid.h.92-93

1 Response to "Makalah Metodologi Tentang Tauhid dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam"